MEMBINA KELUARGA SAKINAH
1. KELUARGA SAKINAH
Pernikahan didalam Islam adalah bagian dari ibadah,
bukan sekedar pemuasan seksual, pelaksanaannya tidak dipersulit bahkan
dipermudah sesuai dengan tuntunan syariat sehingga terkondisi dalam masyarakat
kehidupan luhur, suci dan harga diri manusia terpelihara.
Membentuk rumah tangga yang sakinah diawali dengan niat
tulus semenjak memilih pasangan hingga menginjak prosesi akad nikah, yaitu niat
untuk menyempurnakan ketaatan kepada Allah. Niat ini harus terpelihara hingga
menapaki kehidupan rumah tangga, sehingga mahligai rumah tangga tersuasana oleh
kerinduan berjuang untuk mentaati-Nya secara sempurna.
Pasangan serasi bukan dilihat dari kekayaan yang sama,
bukan setara tampan dan cantiknya, namun pasangan serasi adalah pasangan yang
memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami (sama-sama berkepribadian
Islam).
Kasih sayang keluarga sakinah adalah tidak membiarkan
pasangan tersentuh api neraka. Sehingga dalam mengayuh biduk rumah tangga,
keduanya harus saling bermuhasabah kalau-kalau ada yang kurang sempurna dalam
pengorbanan terhadap Allah.
Persahabatan suami istri dalam keluarga sakinah
melahirkan kinerja sinergis dalam perjuangan mengemban syariat Islam. Kesadaran
bahwa setiap perjuangan menuntut pengorbanan akan memudahkan pasangannya dalam
menyempurnakan kewajiban (pengorbanan bisa berupa harta, tenaga, pikiran bahkan
jiwa). Jadi, jangan terkejut bila sewaktu-waktu suami/istri dalam rumah tangga
sakinah harus mengobankan keinginannya untuk mendapatkan pelayanan yang lebih
dari cukup.
Tidak boleh seseorang berharap sosok pasangan yang
sempurna tanpa kelemahan. Kelebihan dan kekurangan selalu ada. Keduanya harus
bisa saling mengisi demi sebuah ketaatan kepada Allah.
Wawasan dan kesadaran ideologisnya membawa dirinya
berpikir dan beramal bukan untuk
kesenangan diri dan keluarga semata melainkan memposisikan diri dan keluarga
sebagai bagian dari masyarakat yang diperintah Allah untuk mentaati dalam
segala aspek kehidupan.
Penataan
keluarga sakinah sekalipun ditimpa berbagai ragam ujian selalu mengacu kepada
bimbingan ideologi Islam. Kemudahan dan kesulitan hidup tidak menghantarkan
keluarga sakinah untuk berfikir dan beramal individualis. Selalu menjadikan
Islam sebagai program solver atas segala masalah dan sebagai landasan dalam
membina istri dan anak. Mereka menjadikan Islam sebagai ideologi yang wajib
diperjuangkan untuk dianut sebagai ideologi seluruh umat manusia (QS. Saba’ : 28).
Artinya : “Dan kami
tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa
berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
Mengetahui.” (QS. Saba’ : 28)
Perlu digaris bawahi, bahwa keluarga sakinah tidak akan
pernah ragu tentang janji Allah sehingga dakwah tetap menjadi poros dalam
kehidupannya. Dimanapun berada, rizkinya tidak akan berkurang dan takkan
berpindah kepada orang lain, sehingga mereka siap mengikuti kemana dakwah
mengharuskan mereka berada.
Kesadaran yang dimiliki oleh rumah tangga ideologis
bahwa akar masalah rumah tangga dana masalah umat adalah karena Islam tidak
diterapkan, mendorong untuk menyatukan kehidupan rumah tangga dengan kehidupan
dakwah. Kesempurnaan dalam dakwah mengemban ideologi Islam diyakini merupakan
salah satunya penyelamat rumah tangga dunia akhirat.
2. ISTRI SHOLEHAH
Abdullah Ibn’ Amr ra mengatakan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim : “ Dunia itu
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.”
Anas ra juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah
bersabda : “ Siapa saja yang telah
dikarunia Allah SWT wanita sholehah berarti Dia telah menolongnya dalam satu
bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
bagian kedua.” (HR. Al Hakim).
a.
Menaati Allah dan
Suaminya.
Seperti
yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an “karena
itu wanita sholehah, yang taat kepada
Allah dan memelihara diri dibalik belakang suaminya oleh karena Allah telah
memelihara mereka (pantas untuk dipilih menjadi istri).” (QS. An-nisa’: 34).
Artinya: “Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena
mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. An-Nisa’ : 34)
Sementara itu, Rasulullah SAW pernah bersabda: “seandainya aku boleh memerintahkan seseorang
bersujud kepada orang lain, aku pasti memerintahkan kepada wanita untuk
bersujud kepada suaminya.” (HR. At-Thurmudzi).
Disahihkan oleh Al-Hakim dan Ibn Hibban, dalam riwayat
lain beliau menambahkan: “Demi zat yang
jiwaku ada ditangan-Nya, seorang wanita dipandang belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia
menunaikan hak suaminya.”
b. Hanya Berhias Untuk Suaminya.
Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
“Tidak
ada sesuatu yang lebih memberikan manfaat kebaikan seorang Mukmin setelah
ketaqwaannya kepada Allah daripada wanita sholehah; jika ia memerintahkan, ia
menaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkannya; jika ia menggilirkannya,
ia memuaskannya dan jika ia meninggalkannya, ia akan memelihara diri dan harta
suaminya.”(HR. Ibnu Majjah).
Rasulullah SAW juga
pernah bersabda:
“Diantara
kebahagiaan itu ialah istri yang jika engkau memandangnya, ia membuatmu takjub,
dan jika engkau meninggalkannnya, ia akan memelihara diri dan hartamu.”(HR. Al-
Hakim).
c. Memelihara rumah, diri dan harta suaminya.
Seorang
muslim/muslimah harus memahami bahwa ‘hukum asal’ seorang wanita adalah umm(un) wa robb’ah wal bayt (sebagai ibu
dan manager dalam sebuah rumah tangga). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin;
masing-masing bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang lelaki/suami
adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Seorang wanita/istri adalah pemimpin/pengurus rumah suaminya dan anak-anaknya;
ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”(HR. Bukhori dan Muslim).
d. Membantu suaminya dalam urusan akhirat.
Berdasarkan
sabda Rasulullah SAW: “ Hendaknya salah
seorang dari kalian mempunyai kalbu yag bersyukur, lisan yang senantiasa
berdzikir, dan istri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat.”(HR.
Ibnu Majjah).
‘Abdurraman Ibnu Abza
mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:“Seorang wanita sholehah bagi seorang laki-laki adalah seperti mahkota
yang bertahtakan emas diatas kepala seorang raja. Sebaliknya, seorang wanita
yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat dipundak
seorang laki-laki tua.” (HR. Ibnu Abu Syaubah).
e.
Memiliki bekal agama
yang baik.
Berdasarkan
sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian
menikahi wanita karena kecantikannya, karena kecantikannya itu akan
menjadikannya berlebihan; jangan pula menikahi wanita karena hartanya, karena
hartanya itu akan membuatnya membangkang. Nikahilah wanita atas dasar agamanya,
sesungguhnya seorang hamba sahaya perempuan yang hitam legam yang memiliki
kebaikan agama adalah lebih utama.”(HR. Ibnu Majjah).
f. Mempergauli
suaminya dengan baik untuk memelihara keridhaannya.
Beberapa contoh kebaikan pergaulan seorang
wanita terhadap suaminya adalah tidak berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya,
tidak mendirikan sholat sunnah pada malam hari tanpa seizin suaminya,
keridhaannya jika suaminya memarahinya.
Hendaklah
seorang wanita menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut. Dengan begitu
seorang wanita akan kembali seperti wanita-wanita zaman keemasan Islam dulu,
menjadi shahabiyah Nabi Muhammad SAW. Selain sifat-sifat terpuji diatas, ada
beberapa sifat yang tidak boleh ada pada wanita mukmin diantaranya adalah:
a.
Jangan menyusahkan atau menyakiti suaminya.
Mu’adz
bin Jabal menuturkan bahwa Rasullua SAW bersabda: “Tidaklah seorang wanita
menyakiti suaminya didunia kecuali istri-istri suaminya dari para bidadari
surga berkata ‘janganlah engkau menyakitinya.,semoga Allah mencelakakanmu.
Sesungguhnya bagimu akan segera datang tamu kematian yang akan memisahkanmu
dengan suamimu dan mengembalikannya kepada kami.”(HR. At-Tarmidzi).
b.
Hendaknya tidak mengadukan suaminya atau tidak banyak
menuntut suaminya.
Said ibnu
Al-Musayyab menuturkan pernah ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi
Muhammad SAW dan mengadukan suaminya. Nabi Muhammad SAW: “Kembalilah engkau. Sungguh, aku tidak menyukai wanita yang menyeret
ekornya mengadukan suminya”.
c.
Hendaknya tidak banyak keluar rumah.
Wanita
lebih mulia berdiam diri dirumah ketimbang keluyuran diluar rumah.
3.
SUAMI SHOLEH
Masing-masing
pihak, baik suami maupun istri mempunyai peran, tugas dan tanggung jawab
masing-masing dalam kehidupan rumah tangga. Untuk itulah Allah telah menetapkan
aturan agar dilaksanakan, sehingga kehidupan rumah tangga akan berlangsung
penuh kebahagiaan.
Sebagai suami, ia memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:
a.
memenuhi mas kawin kepada istrinya secara sempurna.
Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS.
An-Nisa’: 4
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$#
£`ÍkÉJ»s%ß|¹
\'s#øtÏU
4
bÎ*sù
tû÷ùÏÛ
öNä3s9
`tã
&äóÓx«
çm÷ZÏiB
$T¡øÿtR
çnqè=ä3sù
$\«ÿÏZyd
$\«ÿÍ£D
ÇÍÈ
Artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ : 4)
b.
Memberikan nafkah kepada istri.
Nafkah yang
diberikan berupa sandang, pangan, papan dan pengobatan berdasarkan firman Allah
SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: “Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena
anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah :
233)
Dan
sabda Rasulullah SAW: “Bertaqwalah kamu
kepada Allah dalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat
Allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. Menjadi
kewajiban bagi kamu untuk memberi rizki dan pakaian dengan cara yang baik.”
(HR. Muslim).
c.
Menggaulinya dengan baik.
Berdasarkan
firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa”: 19
$ygr'¯»t
z`Ï%©!$#
(#qãYtB#uä
w
@Ïts
öNä3s9
br&
(#qèOÌs?
uä!$|¡ÏiY9$#
$\döx.
(
wur
£`èdqè=àÒ÷ès?
(#qç7ydõtGÏ9
ÇÙ÷èt7Î/
!$tB
£`èdqßJçF÷s?#uä
HwÎ)
br&
tûüÏ?ù't
7pt±Ås»xÿÎ/
7poYÉit6B
4
£`èdrçÅ°$tãur
Å$rã÷èyJø9$$Î/
4
bÎ*sù
£`èdqßJçF÷dÌx.
#Ó|¤yèsù
br&
(#qèdtõ3s?
$\«øx©
@yèøgsur
ª!$#
ÏmÏù
#Zöyz
#ZÏW2
ÇÊÒÈ
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan
jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ : 19)
Ada beberapa cara mengggauli wanita
dengan secara baik, antara lain:
1)
Memberi
nafkah (QS. At-Thalaq: 7)
Artinya : “Hendaklah orang yang mampu
memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS.
Ath-Thalaq : 7)
2)
Senantiasa
bermusyawarah dengan istrinya dalam hal kebutuhan rumah tangga.
3) Istri diajak bersendau gurau, berlaku
lemah lembut kepadanya serta memberinya
kesempatan untuk menikmati kenyamanan dan suka cita. Dihiburnya sang istri
untuk berkelakar bersama agar hatinya gembira.
4) Terhadap
kesalahan istrinya, sang suami harus menutup mata seolah-olah tidak
mengetahuinya. Apalagi terhadap istri yang mempunyai budi pekerti yang mulia
dan kebajikan tak terkira. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci
mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu segi, tentu akan menyenanginya
dari segi yang lain.”(HR. Muslim).
5)
Dihadapan
sang istri harus menunjukkan keindahan dan kenecisan. Sebab sang istri juga
menyenangi apa yang disenangi suaminya. Ibnu Abbas berkata: “aku memperindah diri untuk istriku,
sebagaimana istriku mempercantik dirinya untukku.”
6) Membantu sang istri dalam urusan
rumah tangga.
Nabi
Muhammad SAW mencontohkan, beliau senantiasa menopang kesulitan yang dialami
istri-istri beliau. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, Aisyah pernah
ditanya: “Apa yang diperbuat Nabi
Muhammad SAW dalam rumah tangganya?” Jawab Aisyah: “Nabi Muhammad SAW biasa membantu kepentingan keluarganya, seperti
menyapu rumah, menjahit baju beliau yang robek, memperbaiki sepatu dan memeras
susu kambing. Bila waktu sholat tiba, beliau baru berhenti kemudian menunaikan
sholat.” (HR. Bukhori)
7) Tidak
membuka rahasia istrinya serta menyebarluaskan perkataannya dihadapan
masyarakat umum.
Sebagaimana
hadits Nabi Muhammad SAW: “Seburuk-buruk
manusia disisi Allah SWT pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang
menceritakan hubungan dengan istrinya. Dan sang istri yang berhubungan dengan
suaminya, kemudian menyebarluaskan rahasia mereka.”(HR. Muslim).
8) Melindungi istri (dan keluarga) dari
api neraka.
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. Ketika turunnya ayat ini, Umar Ibn
Khattab bertanya kepada Nabi SAW: “Hai
utusan Allah, kami memelihara diri kami, bagaiman dengan keluaga kami?”. Maka beliau menjawab: “Laranglah mereka terhadap apa yang Allah
larang kepadamu. Serta perintahkanlah kepadanya terhdap sesuatu yang
diperintahkan Allah kepadamu.”(QS. At-Tahrim : 6)
Qatadah
menafsirkan ayat ini “Perintahkanlah mereka menaati Allah, laranglah ia
bermaksiat kepada Allah dan menganjurkan dengan hal itu, tolonglah mereka dalam
melaksanakannya. Namun bila kamu melihat suatu perbuatan maksiat, hentikan
mereka dan cegahlah mereka.”
- Hendaknya cemburu terhadap agama dan kehormatannya.
Cemburu
yang dimaksud adalah menjaga istri dari segala sesuatu yang membentuk
pandangan, kata atau perasaan.
Berkenaan
dengan sifat cemburu, Islam telah menatanya dengan cara yang indahÇÎÒÈ
Artinya
: “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Ahzab : 59)
2). Sang
istri disuruh supaya menundukkan pandangan matanya dari lak-laki asing dan
tidak boleh memamerkan perhiasannya kecuali kepada suami dan muhrimnya. (QS.
An-Nuur:31)
Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur : 31)
3). Mesti mendapat izin dari suami, istri tidak
boleh bergaul dengan laki-laki asing. Berdasarkan hadits Nabi SAW yang bersifat
umum: “Janganlah kamu masuk ketempat wanita.” Para
sahabat bertanya : “bagaimana dengan
saudara ipar?” maka Nabi SAW menjawab: “Saudara
ipar adalah maut.” (HR. Bukhori).
4).
Tidak memberi kesempatan yang mengarah terjadinya fitnah (ditinggal terlalu
lama). Meski demikian seorang laki-laki
dilarang berprasangka buruk kepada istrinya tanpa didukung oleh bukti yang
nyata.
4. GERAK DAKWAH SUAMI DAN ISTRI
Terkait dengan gerak
dakwah suami dan istri pada dasarnya sama yaitu mengemban risalah Islam dimuka
bumi dengan tujuan akhir Syariat Islam ditengah-tengah masyarakat. Yang
membedakan anatara keduanya hanyalah manajemennya. Keduanya saling bahu-membahu
dalam melakukan aktifitas mulia ini. Ketika suami keluar berdakwah, istri
mengasuh anak dan harus ada dirumah kecuali mendapat izin dari suami untuk
keluar rumah dengan alasan syar’ie. Begitu juga sebaliknya, ketika istri
berdakwah, suami boleh mengantar dan menjemput serta menggantikan peran ibu
mengasuh anak. Suami boleh keluar rumah berdakwah siang dan malam, tetapi istri
hanya diperkenankan pada siang hari.
5. CARA MENDIDIK ANAK
Anak bagi seorang muslim
adalah merupakan aset bagi orang tua, tetapi anak juga bisa menjadi fitnah bagi
orang tua apabila tidak dididik dengan benar.
Untuk itu, keberadaannya harus benar-benar kita
siapkan agar menjadi anak-anak yang sholeh/sholehah. Masa anak-anak adalah masa
persiapan, pembelajaran dan pembiasaan, baru kemudian masa taklif ketika anak
sudah baligh. Persiapan, pembelajaran dan pembiasaan paling tidak pada
ibadah-ibadah utama, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan jihad.
Berikut adalah beberapa cara mendidik anak agar
benar-benar menjadi aset bagi orang tunya. Ada tiga tahapan yang harus ditempuh:
a. Tahapan mengajak dan melatih (usia 3 – 7 tahun)
Pada usia ini biasanya
anak sudah bisa membedakan mana kanan dan mana kiri sebagaimana yang dituturkan
Abdullah bin Habib. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seorang anak telah mengetahui membedakan mana tangan kanan dan
kiri, maka latihlah ia menunaikan sholat.” (HR. Thabrani).
Mengajar anak berwudhu (tata
caranya), biarkan anak melihat orang tuanya berwudhu. Setelah itu, mengajak
anak mendidrikan sholat, gerakan-gerakan sholat.
Tentu hal ini perlu
kesabaran, mungkin anak akan berlari-lari ketika orang tunya sholat, bisa juga
ketika orang tuanya sholat si anak menaiki punggungnya atau duduk didepan orang
tua ketika mau sujud. Menyikapi ini harus sabar, jangan dibentak tapi harus
dipahamkan bahwa hal itu tidak boleh dan supaya kedepan tidak diulangi lagi.
b. Menyuruh dan mengajari (usia 7 – 10 tahun)
“Ajarilah
anak-anak sholat ketika berusia 7 tahun dan pukullah ia (untuk mendidiknya)
pada usia 10 tahun.” (HR. Abu Daud, At-Tharmizi, Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
Tahapan ini anak harus
diajari hokum seputar wudhu, niat, rukun dan bacaannya, tayammum, jenis air, dan
bersuci secara umum dan adab berwudhu.
Juga diajari tentang
macam-macam sholat fardhu dan sunnah rawatib. Jangan lupa juga tentang syarat,
rukun dan bacaannya. Hal-hal yang membatalkan, sunnah dan adabnya, dll. Untuk
mempermudah bisa digunakan gambar atau audio.
Pada tahapan ini harus
diajak secara persuasif, perlahan, bertahap dan dengan mengulangi terus menerus
disertai dengan kesabaran.
c. Tahapan menyuruh dan memberikan sangsi (sejak usia 10
tahun)
Memahamkan anak secara
persuasif harus secara intensif dilakukan. Jelaskan tentang wajibnya sholat,
pahala surga bagi yang senantiasa menjaga sholatnya, serta dosa dan azab neraka
bagi yang meninggalkannya. Disertai dengan deskripsi dengan keadaan surga
dengan kenikmatannya dan neraka dengan segala azabnya. Dilakukaan dengan
membacakan ayat-ayat yang berhubungan dengan keduanya. Memberikan nasehat dan
peringatan kepada anak dengan cara dan ungkapan yang berkesan (orang tua harus
kreatif). Orang tua harus mengatakan bahwa kita sangat menyayanginya dan berharap
kelak bisa bersama-sama di surga, untuk itu harus mengerjakan perintah dan
menjauhi larangan Allah SWT. Ayah dan ibu harus bisa saling menggantikan dalam
mendidik anak.
Ketika tahapan a dan b sudah dilakukan dan anak melalaikannya, maka orang tua harus memberikan
sangsinya. Seperti memukul anak (memukul yang mendidik) bukan pukulan yang
menyiksa. Akan jauh lebih baik jika disertai dengan memahamkan kenapa ia
dipukul, juga kita melakukannya karena kita sangat menyayanginya.
Melatih dan membiasakan
anak sholat-sholat sunnah, berjamaah dimesjid (pahamkan juga adab-adab
dimesjid), termasuk juga kewajiban sholat jum’at bagi anak laki-laki. Hendaknya
kita berupaya menautkan hati mereka dengan mesjid, mendorong kemesjid sendiri,
mengingat mesjid, dll.
Biasakan anak sejak dini
diajari untuk berdakwah, ajak sang anak ketika orang tua mengisi pengajian atau
mengikuti acara keagamaan, seminar, diskusi atau dialog. Munculkan suasana
dakwah dalam rumah, saling menasehati dan pancinglah untuk berdiskusi
masalah-masalah yang sedang hangat dan cari solusinya.
Pendidikan dalam keluarga
bukan bertarget materi, melainkan mengacu pada konsep pendidikan Islam yang
berkonsentrasi mencapai dua target, yakni membentuk kepribadian Islam (pola
pikir dan pola sikap yang Islami) dan mempersiapkan keterampilan tertentu
sebagai bekal kehidupan anak. Sehingga anak-anak akan tumbuh dan berkembang
dalam suasana perjuangan penegakan Islam secara menyeluruh, sehingga
mengutamakan kepentingan dakwah, bukan mengikuti trend setter masyarakat yang mengutamakan mainan dan hiburan.
Boleh pada masa anak-anak
memberikan hadiah atau pujian lainnya terkait prestasi yang diraih. Namun
perlahan-lahan harus dikurangi dan dihilangkan menjelang baligh dengan
penanaman bahwa hanya Allah yang berhak memberikan pahala dan siksa.