Minggu, 16 September 2012

Keluarga Sakinah

MEMBINA KELUARGA SAKINAH

1.    KELUARGA SAKINAH
Pernikahan didalam Islam adalah bagian dari ibadah, bukan sekedar pemuasan seksual, pelaksanaannya tidak dipersulit bahkan dipermudah sesuai dengan tuntunan syariat sehingga terkondisi dalam masyarakat kehidupan luhur, suci dan harga diri manusia terpelihara.
Membentuk rumah tangga yang sakinah diawali dengan niat tulus semenjak memilih pasangan hingga menginjak prosesi akad nikah, yaitu niat untuk menyempurnakan ketaatan kepada Allah. Niat ini harus terpelihara hingga menapaki kehidupan rumah tangga, sehingga mahligai rumah tangga tersuasana oleh kerinduan berjuang untuk mentaati-Nya secara sempurna.
Pasangan serasi bukan dilihat dari kekayaan yang sama, bukan setara tampan dan cantiknya, namun pasangan serasi adalah pasangan yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami (sama-sama berkepribadian Islam).
Kasih sayang keluarga sakinah adalah tidak membiarkan pasangan tersentuh api neraka. Sehingga dalam mengayuh biduk rumah tangga, keduanya harus saling bermuhasabah kalau-kalau ada yang kurang sempurna dalam pengorbanan terhadap Allah.
Persahabatan suami istri dalam keluarga sakinah melahirkan kinerja sinergis dalam perjuangan mengemban syariat Islam. Kesadaran bahwa setiap perjuangan menuntut pengorbanan akan memudahkan pasangannya dalam menyempurnakan kewajiban (pengorbanan bisa berupa harta, tenaga, pikiran bahkan jiwa). Jadi, jangan terkejut bila sewaktu-waktu suami/istri dalam rumah tangga sakinah harus mengobankan keinginannya untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dari cukup.
Tidak boleh seseorang berharap sosok pasangan yang sempurna tanpa kelemahan. Kelebihan dan kekurangan selalu ada. Keduanya harus bisa saling mengisi demi sebuah ketaatan kepada Allah.
Wawasan dan kesadaran ideologisnya membawa dirinya berpikir  dan beramal bukan untuk kesenangan diri dan keluarga semata melainkan memposisikan diri dan keluarga sebagai bagian dari masyarakat yang diperintah Allah untuk mentaati dalam segala aspek kehidupan.
Penataan keluarga sakinah sekalipun ditimpa berbagai ragam ujian selalu mengacu kepada bimbingan ideologi Islam. Kemudahan dan kesulitan hidup tidak menghantarkan keluarga sakinah untuk berfikir dan beramal individualis. Selalu menjadikan Islam sebagai program solver atas segala masalah dan sebagai landasan dalam membina istri dan anak. Mereka menjadikan Islam sebagai ideologi yang wajib diperjuangkan untuk dianut sebagai ideologi seluruh umat manusia (QS. Saba’ : 28).
Artinya : “Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS. Saba’ : 28)
Perlu digaris bawahi, bahwa keluarga sakinah tidak akan pernah ragu tentang janji Allah sehingga dakwah tetap menjadi poros dalam kehidupannya. Dimanapun berada, rizkinya tidak akan berkurang dan takkan berpindah kepada orang lain, sehingga mereka siap mengikuti kemana dakwah mengharuskan mereka berada.
Kesadaran yang dimiliki oleh rumah tangga ideologis bahwa akar masalah rumah tangga dana masalah umat adalah karena Islam tidak diterapkan, mendorong untuk menyatukan kehidupan rumah tangga dengan kehidupan dakwah. Kesempurnaan dalam dakwah mengemban ideologi Islam diyakini merupakan salah satunya penyelamat rumah tangga dunia akhirat.
2.    ISTRI SHOLEHAH
Abdullah Ibn’ Amr ra mengatakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim : “ Dunia itu perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.”
Anas ra juga mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “ Siapa saja yang telah dikarunia Allah SWT wanita sholehah berarti Dia telah menolongnya dalam satu bagian agamanya. Oleh karena itu, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam bagian kedua.” (HR. Al Hakim).
a.    Menaati Allah dan Suaminya.
Seperti yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an “karena itu wanita sholehah,  yang taat kepada Allah dan memelihara diri dibalik belakang suaminya oleh karena Allah telah memelihara mereka (pantas untuk dipilih menjadi istri).” (QS. An-nisa’: 34).
 Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. An-Nisa’ : 34)
Sementara itu, Rasulullah SAW pernah bersabda: “seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti memerintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. At-Thurmudzi).
Disahihkan oleh Al-Hakim dan Ibn Hibban, dalam riwayat lain beliau menambahkan: “Demi zat yang jiwaku ada ditangan-Nya, seorang wanita dipandang  belum menunaikan hak Tuhannya sebelum ia menunaikan hak suaminya.”
b.    Hanya Berhias Untuk Suaminya.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada sesuatu yang lebih memberikan manfaat kebaikan seorang Mukmin setelah ketaqwaannya kepada Allah daripada wanita sholehah; jika ia memerintahkan, ia menaatinya; jika ia memandangnya, ia menyenangkannya; jika ia menggilirkannya, ia memuaskannya dan jika ia meninggalkannya, ia akan memelihara diri dan harta suaminya.”(HR. Ibnu Majjah).

Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
“Diantara kebahagiaan itu ialah istri yang jika engkau memandangnya, ia membuatmu takjub, dan jika engkau meninggalkannnya, ia akan memelihara diri dan hartamu.”(HR. Al- Hakim).
c.    Memelihara rumah, diri dan harta suaminya.
Seorang muslim/muslimah harus memahami bahwa ‘hukum asal’ seorang wanita adalah umm(un) wa robb’ah wal bayt (sebagai ibu dan manager dalam sebuah rumah tangga). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Setiap kalian adalah pemimpin; masing-masing bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang lelaki/suami adalah pemimpin keluarganya; ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita/istri adalah pemimpin/pengurus rumah suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”(HR. Bukhori dan Muslim).

d.    Membantu suaminya dalam urusan akhirat.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “ Hendaknya salah seorang dari kalian mempunyai kalbu yag bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir, dan istri yang beriman yang dapat membantumu dalam urusan akhirat.”(HR. Ibnu Majjah).

‘Abdurraman Ibnu Abza mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:“Seorang wanita sholehah bagi seorang laki-laki adalah seperti mahkota yang bertahtakan emas diatas kepala seorang raja. Sebaliknya, seorang wanita yang buruk bagi seorang laki-laki adalah seperti beban yang berat dipundak seorang laki-laki tua.” (HR. Ibnu Abu Syaubah).

e.    Memiliki bekal agama yang baik.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena kecantikannya itu akan menjadikannya berlebihan; jangan pula menikahi wanita karena hartanya, karena hartanya itu akan membuatnya membangkang. Nikahilah wanita atas dasar agamanya, sesungguhnya seorang hamba sahaya perempuan yang hitam legam yang memiliki kebaikan agama adalah lebih utama.”(HR. Ibnu Majjah).

f.       Mempergauli suaminya dengan baik untuk memelihara keridhaannya.
  Beberapa contoh kebaikan pergaulan seorang wanita terhadap suaminya adalah tidak berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, tidak mendirikan sholat sunnah pada malam hari tanpa seizin suaminya, keridhaannya jika suaminya memarahinya.

Hendaklah seorang wanita menghiasi dirinya dengan sifat-sifat tersebut. Dengan begitu seorang wanita akan kembali seperti wanita-wanita zaman keemasan Islam dulu, menjadi shahabiyah Nabi Muhammad SAW. Selain sifat-sifat terpuji diatas, ada beberapa sifat yang tidak boleh ada pada wanita mukmin diantaranya adalah:

a.    Jangan menyusahkan atau menyakiti suaminya.
Mu’adz bin Jabal menuturkan bahwa Rasullua SAW bersabda: “Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya didunia kecuali istri-istri suaminya dari para bidadari surga berkata ‘janganlah engkau menyakitinya.,semoga Allah mencelakakanmu. Sesungguhnya bagimu akan segera datang tamu kematian yang akan memisahkanmu dengan suamimu dan mengembalikannya kepada kami.”(HR. At-Tarmidzi).

b.    Hendaknya tidak mengadukan suaminya atau tidak banyak menuntut suaminya.
Said ibnu Al-Musayyab menuturkan pernah ada seorang perempuan yang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan mengadukan suaminya. Nabi Muhammad SAW: “Kembalilah engkau. Sungguh, aku tidak menyukai wanita yang menyeret ekornya mengadukan suminya”.


c.    Hendaknya tidak banyak keluar rumah.
Wanita lebih mulia berdiam diri dirumah ketimbang keluyuran diluar rumah.

3.        SUAMI SHOLEH
Masing-masing pihak, baik suami maupun istri mempunyai peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan rumah tangga. Untuk itulah Allah telah menetapkan aturan agar dilaksanakan, sehingga kehidupan rumah tangga akan berlangsung penuh kebahagiaan.
  Sebagai suami, ia memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a.    memenuhi mas kawin kepada istrinya secara sempurna.
       Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa’: 4
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ : 4)

b.    Memberikan nafkah kepada istri.
Nafkah yang diberikan berupa sandang, pangan, papan dan pengobatan berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 233)

Dan sabda Rasulullah SAW: “Bertaqwalah kamu kepada Allah dalam memperlakukan wanita. Sebab kamu mengambilnya dengan amanat Allah dan farjinya menjadi halal bagi kamu dengan kalimat Allah. Menjadi kewajiban bagi kamu untuk memberi rizki dan pakaian dengan cara yang baik.” (HR. Muslim).

c.   Menggaulinya dengan baik.
Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa”: 19
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw @Ïts öNä3s9 br& (#qèO̍s? uä!$|¡ÏiY9$# $\döx. ( Ÿwur £`èdqè=àÒ÷ès? (#qç7ydõtGÏ9 ÇÙ÷èt7Î/ !$tB £`èdqßJçF÷s?#uä HwÎ) br& tûüÏ?ù'tƒ 7pt±Ås»xÿÎ/ 7poYÉit6B 4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ : 19)

Ada beberapa cara mengggauli wanita dengan secara baik, antara lain:
1)             Memberi nafkah (QS. At-Thalaq: 7)
Artinya : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq : 7)


2)             Senantiasa bermusyawarah dengan istrinya dalam hal kebutuhan rumah tangga.
3)     Istri diajak bersendau gurau, berlaku lemah lembut kepadanya serta  memberinya kesempatan untuk menikmati kenyamanan dan suka cita. Dihiburnya sang istri untuk berkelakar bersama agar hatinya gembira.
4)   Terhadap kesalahan istrinya, sang suami harus menutup mata seolah-olah tidak mengetahuinya. Apalagi terhadap istri yang mempunyai budi pekerti yang mulia dan kebajikan tak terkira. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin perempuan. Bila dia membencinya dari satu segi, tentu akan menyenanginya dari segi yang lain.”(HR. Muslim).
5)            Dihadapan sang istri harus menunjukkan keindahan dan kenecisan. Sebab sang istri juga menyenangi apa yang disenangi suaminya. Ibnu Abbas berkata: “aku memperindah diri untuk istriku, sebagaimana istriku mempercantik dirinya untukku.”
6)      Membantu sang istri dalam urusan rumah tangga.
Nabi Muhammad SAW mencontohkan, beliau senantiasa menopang kesulitan yang dialami istri-istri beliau. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, Aisyah pernah ditanya: “Apa yang diperbuat Nabi Muhammad SAW dalam rumah tangganya?” Jawab Aisyah: “Nabi Muhammad SAW biasa membantu kepentingan keluarganya, seperti menyapu rumah, menjahit baju beliau yang robek, memperbaiki sepatu dan memeras susu kambing. Bila waktu sholat tiba, beliau baru berhenti kemudian menunaikan sholat.” (HR. Bukhori)
7)       Tidak membuka rahasia istrinya serta menyebarluaskan perkataannya dihadapan masyarakat umum.
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW: “Seburuk-buruk manusia disisi Allah SWT pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menceritakan hubungan dengan istrinya. Dan sang istri yang berhubungan dengan suaminya, kemudian menyebarluaskan rahasia mereka.”(HR. Muslim).
8)      Melindungi istri (dan keluarga) dari api neraka.

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. Ketika turunnya ayat ini, Umar Ibn Khattab bertanya kepada Nabi SAW: “Hai utusan Allah, kami memelihara diri kami, bagaiman dengan keluaga kami?”. Maka beliau menjawab: “Laranglah mereka terhadap apa yang Allah larang kepadamu. Serta perintahkanlah kepadanya terhdap sesuatu yang diperintahkan Allah kepadamu.”(QS. At-Tahrim : 6)
Qatadah menafsirkan ayat ini “Perintahkanlah mereka menaati Allah, laranglah ia bermaksiat kepada Allah dan menganjurkan dengan hal itu, tolonglah mereka dalam melaksanakannya. Namun bila kamu melihat suatu perbuatan maksiat, hentikan mereka dan cegahlah mereka.”

  1. Hendaknya cemburu terhadap agama dan kehormatannya.
Cemburu yang dimaksud adalah menjaga istri dari segala sesuatu yang membentuk pandangan, kata atau perasaan.
Berkenaan dengan sifat cemburu, Islam telah menatanya dengan cara yang indahÇÎÒÈ
Artinya : “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab : 59)

2). Sang istri disuruh supaya menundukkan pandangan matanya dari lak-laki asing dan tidak boleh memamerkan perhiasannya kecuali kepada suami dan muhrimnya. (QS. An-Nuur:31)
Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur : 31)

3). Mesti mendapat izin dari suami, istri tidak boleh bergaul dengan laki-laki asing. Berdasarkan hadits Nabi SAW yang bersifat umum: “Janganlah kamu masuk ketempat wanita.” Para sahabat bertanya : “bagaimana dengan saudara ipar?” maka Nabi SAW menjawab: “Saudara ipar adalah maut.” (HR. Bukhori).

4). Tidak memberi kesempatan yang mengarah terjadinya fitnah (ditinggal terlalu lama).  Meski demikian seorang laki-laki dilarang berprasangka buruk kepada istrinya tanpa didukung oleh bukti yang nyata.

4.    GERAK DAKWAH SUAMI DAN ISTRI
Terkait dengan gerak dakwah suami dan istri pada dasarnya sama yaitu mengemban risalah Islam dimuka bumi dengan tujuan akhir Syariat Islam ditengah-tengah masyarakat. Yang membedakan anatara keduanya hanyalah manajemennya. Keduanya saling bahu-membahu dalam melakukan aktifitas mulia ini. Ketika suami keluar berdakwah, istri mengasuh anak dan harus ada dirumah kecuali mendapat izin dari suami untuk keluar rumah dengan alasan syar’ie. Begitu juga sebaliknya, ketika istri berdakwah, suami boleh mengantar dan menjemput serta menggantikan peran ibu mengasuh anak. Suami boleh keluar rumah berdakwah siang dan malam, tetapi istri hanya diperkenankan pada siang hari.

5.  CARA MENDIDIK ANAK
Anak bagi seorang muslim adalah merupakan aset bagi orang tua, tetapi anak juga bisa menjadi fitnah bagi orang tua apabila tidak dididik dengan benar.
               Untuk itu, keberadaannya harus benar-benar kita siapkan agar menjadi anak-anak yang sholeh/sholehah. Masa anak-anak adalah masa persiapan, pembelajaran dan pembiasaan, baru kemudian masa taklif ketika anak sudah baligh. Persiapan, pembelajaran dan pembiasaan paling tidak pada ibadah-ibadah utama, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan jihad.
               Berikut adalah beberapa cara mendidik anak agar benar-benar menjadi aset bagi orang tunya. Ada tiga tahapan yang harus ditempuh:
a.   Tahapan mengajak dan melatih (usia 3 – 7 tahun)
Pada usia ini biasanya anak sudah bisa membedakan mana kanan dan mana kiri sebagaimana yang dituturkan Abdullah bin Habib. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seorang anak telah mengetahui membedakan mana tangan kanan dan kiri, maka latihlah ia menunaikan sholat.” (HR. Thabrani).
Mengajar anak berwudhu (tata caranya), biarkan anak melihat orang tuanya berwudhu. Setelah itu, mengajak anak mendidrikan sholat, gerakan-gerakan sholat.
Tentu hal ini perlu kesabaran, mungkin anak akan berlari-lari ketika orang tunya sholat, bisa juga ketika orang tuanya sholat si anak menaiki punggungnya atau duduk didepan orang tua ketika mau sujud. Menyikapi ini harus sabar, jangan dibentak tapi harus dipahamkan bahwa hal itu tidak boleh dan supaya kedepan tidak diulangi lagi.

b.   Menyuruh dan mengajari (usia 7 – 10 tahun)
“Ajarilah anak-anak sholat ketika berusia 7 tahun dan pukullah ia (untuk mendidiknya) pada usia 10 tahun.” (HR. Abu Daud, At-Tharmizi, Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
Tahapan ini anak harus diajari hokum seputar wudhu, niat, rukun dan bacaannya, tayammum, jenis air, dan bersuci secara umum dan adab berwudhu.
Juga diajari tentang macam-macam sholat fardhu dan sunnah rawatib. Jangan lupa juga tentang syarat, rukun dan bacaannya. Hal-hal yang membatalkan, sunnah dan adabnya, dll. Untuk mempermudah bisa digunakan gambar atau audio.
Pada tahapan ini harus diajak secara persuasif, perlahan, bertahap dan dengan mengulangi terus menerus disertai dengan kesabaran.


c.    Tahapan menyuruh dan memberikan sangsi (sejak usia 10 tahun)
Memahamkan anak secara persuasif harus secara intensif dilakukan. Jelaskan tentang wajibnya sholat, pahala surga bagi yang senantiasa menjaga sholatnya, serta dosa dan azab neraka bagi yang meninggalkannya. Disertai dengan deskripsi dengan keadaan surga dengan kenikmatannya dan neraka dengan segala azabnya. Dilakukaan dengan membacakan ayat-ayat yang berhubungan dengan keduanya. Memberikan nasehat dan peringatan kepada anak dengan cara dan ungkapan yang berkesan (orang tua harus kreatif). Orang tua harus mengatakan bahwa kita sangat menyayanginya dan berharap kelak bisa bersama-sama di surga, untuk itu harus mengerjakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Ayah dan ibu harus bisa saling menggantikan dalam mendidik anak.

Ketika tahapan a dan b sudah dilakukan dan anak melalaikannya, maka orang tua harus memberikan sangsinya. Seperti memukul anak (memukul yang mendidik) bukan pukulan yang menyiksa. Akan jauh lebih baik jika disertai dengan memahamkan kenapa ia dipukul, juga kita melakukannya karena kita sangat menyayanginya.
Melatih dan membiasakan anak sholat-sholat sunnah, berjamaah dimesjid (pahamkan juga adab-adab dimesjid), termasuk juga kewajiban sholat jum’at bagi anak laki-laki. Hendaknya kita berupaya menautkan hati mereka dengan mesjid, mendorong kemesjid sendiri, mengingat mesjid, dll.
Biasakan anak sejak dini diajari untuk berdakwah, ajak sang anak ketika orang tua mengisi pengajian atau mengikuti acara keagamaan, seminar, diskusi atau dialog. Munculkan suasana dakwah dalam rumah, saling menasehati dan pancinglah untuk berdiskusi masalah-masalah yang sedang hangat dan cari solusinya.
Pendidikan dalam keluarga bukan bertarget materi, melainkan mengacu pada konsep pendidikan Islam yang berkonsentrasi mencapai dua target, yakni membentuk kepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap yang Islami) dan mempersiapkan keterampilan tertentu sebagai bekal kehidupan anak. Sehingga anak-anak akan tumbuh dan berkembang dalam suasana perjuangan penegakan Islam secara menyeluruh, sehingga mengutamakan kepentingan dakwah, bukan mengikuti trend setter masyarakat yang mengutamakan mainan dan hiburan.
Boleh pada masa anak-anak memberikan hadiah atau pujian lainnya terkait prestasi yang diraih. Namun perlahan-lahan harus dikurangi dan dihilangkan menjelang baligh dengan penanaman bahwa hanya Allah yang berhak memberikan pahala dan siksa.